Psikologi kepribadian Riview Jurnal Tentang Teori Rollo May


Riview Jurnal Tentang Teori Rollo May

·         Peringkas/NIM
Andi Selviana Sapti / 1371040001
·         Tanggal
28 Mei 2014
·         Topik
Memahami Spektrum Autistik (SA) dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Rollo May

·         Penulis
Adriana Soekandar Ginanjar
·         Tahun
2007
·         Judul
Memahami spektrum autistik secara holistik
·         Jurnal
Jurnal Psikologi
·         Vol. & Halaman
Volume 11 No. 2 & 87 – 99
·         Landasan Teori
Ø  Gangguan autistik didefinisikan sebagai gangguan perkembangan dengan tiga ciri utama, yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan pada komunikasi, dan keterbatasan minat serta kemampuan imajinasi.
Ø  Zelan (2004) berpendapat bahwa individu autistik berbeda dengan individu lain sehingga perlu didekati dengan pendekatan humanistik yang memandang mereka sebagai individu yang utuh dan unik.
Ø  Definisi normal amat terikat pada konteks budaya, konteks sosial, serta dimensi waktu, sehingga tidak dapat digeneralisasikan begitu saja (Davies & Bhugra, 2004; Mash & Wolfe, 2005).
Ø  Adanya berbagai kelemahan dari pendekatan yang memandang autisme sebagai abnormalitas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang autisme melalui pendekatan fenomenologis, yaitu sebuah pendekatan yang berupaya untuk menangkap realitas seperti apa adanya, tanpa diarahkan oleh predisposisi atau latar belakang teori tertentu.
Ø  Tokoh yang sering disebut sebagai peneliti awal mengenai autisme adalah Leo Kanner yang mempublikasikan makalah pertamanya pada tahun 1943 di Amerika (Spensley, 1995; Paradiz, 2004).
Ø  Teori awal yang menjelaskan autisme dari sudut pandang psikologis adalah teori Refrigerator Mother. Teori ini dikembangkan oleh Bruno Bettelheim, yang berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh pengasuhan ibu yang tidak hangat, sehingga anak-anak autistik cenderung menarik diri dan bersibuk diri dengan dunianya (Happe, 1994; Buten, 2004; Stacey, 2003).
Ø  Salah satu teori psikologi mengenai autisme yang paling terkenal dan bertahan sampai saat ini adalah Theory of Mind (ToM) yang dikembangkan oleh Simon Baron Cohen, Alan Leslie, dan Uta Frith (Jordan, 1999; Frith, 2003).
Ø  Anak-anak autistik memiliki kesulitan untuk mengetahui pikiran dan perasaan orang lain yang berakibat mereka tidak mampu memprediksi tingkah laku orang tersebut. Kondisi ini oleh Baron-Cohen disebut “mindblindness”, sementara Frith menjelaskannya dengan istilah “mentalizing” (Frith, 2003).
Ø  Menurut Ozonoff (dalam Jordan, 1999; Frith, 2003) masalah pada anak autistik mungkin disebabkan oleh kegagalan dalam melaksanakan tugas atau masalah dalam melakukan fungsi eksekutif, bukan defisit kompetensi.
Ø  Pada tahun 1964 Bernard Rimland, menerbitkan buku tentang gangguan susunan saraf pusat pada anak autistik yang mengubah arah penelitian tentang penyebab autisme, yaitu dari penyebab psikologis menjadi penyebab neurologis.
Ø  Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Hass dkk. (dalam Huebner & Lane, 2001) dan Courchesne (dalam Nash, 2002) menemukan suatu kesamaan yaitu adanya penurunan jumlah sel Purkinje pada hemisfer serebelum dan vermis.
Ø  Penelitian lanjutan oleh Courchesne dkk. (Courchesne, Redcay, Morgan, & Kennedy, 2005) menghasilkan hipotesis baru. Para peneliti berpendapat bahwa pada saat lahir bayi autistik memiliki ukuran otak yang normal.
Ø  Penentuan kriteria diagnosis autisme pada DSM-III-R (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, edisi revisi ketiga) dan ICD-10 (International Classification of Disease, revisi kesepuluh) merupakan sumbangan dari survei epidemiologis yang dilakukan oleh Lorna Wing dan Judith Gould di daerah Camberwell, London pada tahun 1970 (Happe, 1994).
Ø  Wing memperkenalkan istilah “spektrum autistik” dengan triad impairments, yaitu sosialisasi, komunikasi, dan imajinasi (Frith, 2003; Sacks, 1995). Wing juga menekankan pada adanya kontinum autisme yang berkisar antara mereka yang berfungsi tinggi sampai dengan yang terbelakang.
Ø  Berkaitan dengan gangguan pengolahan sensorik, Jean Ayres mengembangkan teori Integrasi Sensorik (IS) yang mendasarkan pada pemahaman bahwa sensasi dari lingkungan dicatat dan diinterpretasikan di otak atau susunan saraf pusat. Sensasi ini kemudian mempengaruhi gerakan atau respon motorik yang selanjutnya merupakan umpan balik bagi otak (Rydeen, 2001).
Ø  Pada individu dengan integrasi sensorik yang baik, otak memiliki kemampuan untuk mengorganisasi dan memproses input sensorik serta menggunakan input tersebut untuk berespon secara tepat pada situasi khusus. Sebaliknya, pada individu dengan disfungsi sensorik, terjadi gangguan pada pencatatan dan interpretasi sensorik sehingga mengakibatkan masalah pada proses belajar, perkembangan, atau tingkah laku (Kranowitz, 2005).
Ø  Pendekatan eksistensial secara sungguh-sungguh berusaha untuk memahami sifat dasar manusia dan memandang manusia sebagai suatu kompleks dari proses-proses yang disadari, berlangsung, berubah, dan terus menerus berjuang ke arah kondisi pemenuhan diri (self-fulfillment) di masa depan (Monte, 1995).
Ø  Rollo May (dalam Shore, 2003) juga mengakui adanya tiga macam dunia dengan menerjemahkannya menjadi ”diri biologis”, ”keberadaan dengan orang lain”, dan ”keberadaan dengan diri sendiri”.
·         Metode



























·         Subyek
Ø  Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan analisis teks.
Ø  Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan fenomenologis sebagai kerangka berpikir utama. Fenomenologi adalah pendekatan yang berusaha memahami fenomena sebagaimana adanya, tanpa predisposisi tertentu (Lubis, 2004).
Ø  strategi penelitian yang dipilih adalah studi kasus karena merupakan cara yang paling tepat untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang fenomena (Creswell, 1998; Denscombe, 2003; Yin, 2003).
Ø  Kedalaman data dalam penelitian studi kasus diperoleh melalui penggunaan berbagai sumber data dan metode pengumpulan data, serta fokus penelitian pada fenomena secara holistik.
Ø  Tahapan pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada pendekatan grounded theory yang diarahkan untuk mengembangkan suatu model teoretis berdasarkan data-data lapangan (Strauss & Corbin, 1998).
Ø  Selanjutnya, penyajian hasil analisis yang merupakan penggambaran holistik mengenai individu SA, disusun berdasarkan taraf-taraf dalam kehidupan manusia, mulai dari taraf yang paling rendah sampai dengan yang tertinggi. Cara ini didasarkan pada model penjelasan tentang manusia dari Anton Bakker (Bakker, 2000).
Ø  Subjek menggunakan data dari pengalaman pribadi sebagai ibu dari seorang anak laki-laki autistik, film tentang autisme, hasil wawancara informal dengan para orangtua anak SA, kisah para orangtua anak SA di milis Puterakembara, dan hasil pengamatan di sekolah Mandiga (sekolah khusus untuk anak-anak SA yang dikelola oleh peneliti).
·         Manipulasi
Proses analisis data yang dilakukan melewati tiga tahapan, yaitu koding terbuka, koding aksial dan koding selektif. Selama proses analisis data, peneliti melakukan perbandingan yang terus menerus terhadap kode, kategori, dan konsep yang baru muncul untuk dibandingkan dengan yang telah ada. Dengan cara ini peneliti mampu menyempurnakan penjelasan terhadap konsep-konsep dan teori yang diperoleh dari data. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan berdasarkan empat taraf yang tersusun dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Keempat taraf yang saling berkaitan tersebut adalah taraf sensorik, taraf kognitif, taraf emosi dan interaksi interpersonal, dan taraf agama dan spiritualitas..
·         Hasil
Ø  Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum gangguan integrasi sensorik merupakan penyebab utama masalah tingkah laku pada individu SA. Sebagian besar simtom autistik adalah usaha mereka untuk beradaptasi dengan dunia luar. Pada taraf kognitif, hampir seluruh individu SA mengalami kesulitan pada komunikasi verbal. Namun demikian biasanya mereka memiliki keunggulan pada bidang tertentu seperti menggambar, musik, puisi dan matematika. Masalah sensorik juga mempengaruhi kondisi emosional dan interaksi. Mereka cenderung mengalami emosi yang intens dan kesulitan dalam memahami interaksi sosial yang dinilai kompleks. Inidividu SA juga kesulitan dalam memahami agama, terutama ikatan emosional dengan Tuhan.
Ø  Kompleksitas spektrum autistik yang terungkap melalui penelitian ini menunjukkan bahwa untuk dapat memahami individu SA dibutuhkan kerangka berpikir holistik, yaitu yang memandang setiap individu sebagai kesatuan dari taraf-taraf neurologis, biologis, psikologis, dan agama atau spiritualitas. Walaupun secara umum terdapat kesamaan-kesamaan diantara individu SA, namun bila diperhatikan secara lebih mendalam, keunikan masing-masing sesungguhnya lebih menonjol. Prinsip-prinsip perkembangan manusia juga perlu diterapkan karena setiap individu SA terus berubah sepanjang kehidupan.
Ø  Berdasarkan kisah para individu SA yang berprestasi dan pengamatan peneliti terhadap anak-anak SA, terlihat banyak kemiripan dalam tingkah laku, cara interaksi sosial, kesulitan berbicara, dan obsesi terhadap hal tertentu. Namun demikian, bila diamati lebih cermat, setiap anak memiliki kekhasan tersendiri.
Ø  Dengan bertambahnya usia, perbedaan dalam perkembangan anak-anak tersebut semakin tampak. Sebagian anak SA berkembang sangat baik sehingga ciri-ciri autistik mereka jauh berkurang, tetapi sebagian lainnya tetap mengalami banyak kesulitan dalam penyesuaian diri.
Ø  Para individu SA yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah mereka yang telah berkembang melampaui pandangan umum yang menganggap bahwa individu SA memiliki taraf inteligensi yang rendah dan tidak mampu berprestasi. Tidak mengherankan bila mereka telah dianggap ”sembuh” dari gangguannya dan tidak mewakili mayoritas individu SA.
Ø  Kecenderungan mereka untuk menarik diri dari dunia luar ternyata bukan disebabkan oleh tidak adanya keinginan untuk mengeksplorasi dunia, melainkan karena mereka terlalu sensitif terhadap stimuli dari lingkungan. Kecenderungan mereka untuk melakukan kegiatan soliter dan tidak berinteraksi dengan orang lain juga bukan karena mereka tidak tertarik pada orang lain. Keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain sesungguhnya cukup besar, namun gangguan sensorik yang mereka miliki menghambat mereka untuk dapat menjalin interaksi timbal balik dengan baik.
Ø  Bila dikaitkan dengan kriteria diagnosis pada DSM-IV, sebagian besar simtom yang menjadi kriteria diagnostik gangguan spektrum autistik sesungguhnya adalah strategi adaptasi terhadap lingkungan luar.
Ø  Berdasarkan berbagai prestasi yang telah dicapai oleh para individu SA dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa inteligensi mereka lebih tepat bila dipahami melalui konsep multiple intelligence, yaitu terdapat beberapa jenis inteligensi pada manusia (Gardner 1993a, 1993b, 1999).
Ø  Anak-anak SA dapat tertawa sendiri saat memikirkan kejadian lucu dalam benaknya. Sebaliknya, mereka dapat tiba-tiba mengamuk atau menangis bila mengingat kembali kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan.
Ø  Pada sebagian besar individu SA dalam penelitian ini, emosi-emosi yang mendominasi kehidupan mereka adalah cemas dan takut, yang bersumber benda-benda atau kejadian-kejadian di luar.
Ø  Perkembangan bahasa yang lebih baik membuat mereka lebih tertarik untuk berkomunikasi dengan orang lain. Namun demikian, interaksi sosial tetap dirasakan sulit dan membingungkan, bahkan bagi dewasa Asperger yang memiliki inteligensi yang tinggi.
Ø  Beberapa individu SA dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa agama dan konsep tentang Tuhan bukan hal yang mudah untuk dipahami. Mereka dapat menghafal ajaran-ajaran agama, doa-doa, dan melaksanakan ritual agama dengan baik, tetapi mengalami kesulitan untuk menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari hari. Mereka memaknai agama lebih sebagai kegiatan intelektual, bukan kegiatan yang mengandung nilai emosional dan spiritualitas.
·         Kelebihan





·         Kekurangan
Ø  Kelebihannya adalah penelitian ini merupakan salah satu dari sedikit penelitian tentang spektrum autistik yang menggunakan pendekatan fenomenologis dan mencoba mengungkap hal-hal positif dari fenomena ini.
Ø  Kita dapat memahami spektrum autistik secara holistic.
Ø  kurang banyak melibatkan individu SA yang berasal dari Indonesia, melakukan penelitian terhadap para individu SA yang tergolong non verbal dan masih memiliki banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Ø  Kurang melakukan proses pengumpulan data dalam jangka waktu yang lebih panjang, dan tidak melakukan penelitian dalam satu tim untuk meningkatkan kualitas data yang diperoleh dan analisisnya.


Sekian dan terima kasih, semoga dapat bermanfaat, Amiin :)

Komentar

Postingan Populer